Jumat, 16 Juli 2010

hukum wasiat dalam islam

I. PENDAHULUAN
Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai pembagian waris dalam Islam. Terjadinya berbagai sistem atau metode yang digunakan mengakibatkan sebagian kerabat dekat tidak mendapatkan harta warisan dalam pembagian warisan. Sebut saja metode Syi’ah Imamiyah dengan Metode Ahlus Sunnah.
Kedua metode tersebut berbeda cara dalam pembagian harta pusaka. Syi’ah Imamiyah yang tidak membedakan antara kedudukan laki-laki dan perempuan. Sedankan Ahlus Sunnah, dalam pembagian warisan membedakan kedudukan kerabat laki-laki dan perenpuan. Sehingga dalam aplikasinya juga berbeda.
Kehadiran sistem wasiat dalam hukum Islam sangat penting artinya sebagai penangkal kericuan dalam keluarga. Karena ada di antara anggota keluarga yang tidak berhak menerima harta peninggalan dengan jalan warisan. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai wasiat yang terdapat dalam al-quran serta bagaimana makna yang terkandung di dalamnya.

II. PEMBAHASAN
A. Dalil wasiat
 Surat al-Baqarah 180-181
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ ﴿180﴾ فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُِ إ نَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿181﴾

Artinya : Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa (180). Maka barang siapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (181).

 Surat al-Maidah 106-108
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ أَوْ آَخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَأَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةُ الْمَوْتِ تَحْبِسُونَهُمَا مِنْ بَعْدِ الصَّلَاةِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ إِنِ ارْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِي بِهِ ثَمَنًا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَلَا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللَّهِ إِنَّا إِذًا لَمِنَ الْآَثِمِينَ ﴿106﴾ فَإِنْ عُثِرَ عَلَى أَنَّهُمَا اسْتَحَقَّا إِثْمًا فَآَخَرَانِ يَقُومَانِ مَقَامَهُمَا مِنَ الَّذِينَ اسْتَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْأَوْلَيَانِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ لَشَهَادَتُنَا أَحَقُّ مِنْ شَهَادَتِهِمَا وَمَا اعْتَدَيْنَا إِنَّا إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ ﴿107﴾ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يَأْتُوا بِالشَّهَادَةِ عَلَى وَجْهِهَا أَوْ يَخَافُوا أَنْ تُرَدَّ أَيْمَانٌ بَعْدَ أَيْمَانِهِمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاسْمَعُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ ﴿108﴾
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan menukar sumpah ini dengan harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa" (106). Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu) memperbuat dosa, maka dua orang yang lain di antara ahli waris yang berhak yang lebih dekat kepada orang yang meninggal (memajukan tuntutan) untuk menggantikannya, lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah: "Sesungguhnya persaksian kami lebih layak diterima daripada persaksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas, sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang menganiaya diri sendiri" (107). Itu lebih dekat untuk (menjadikan para saksi) mengemukakan persaksiannya menurut apa yang sebenarnya, dan (lebih dekat untuk menjadikan mereka) merasa takut akan dikembalikan sumpahnya (kepada ahli waris) sesudah mereka bersumpah. Dan bertakwalah kepada Allah dan dengarkanlah (perintah-Nya). Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (108).

B. Makna Mufradat
الْمَوْتُ : tanda-tanda kematian
إِنْ تَرَكَ خَيْرًا : meninggalkan kebaikan yaitu harta yang banyak
الْوَصِيَّةُ :berwasiat yaitu baris depan sebagai naibul fail dari kutiba dan tempat berkaitnya “idza” jika merupakan dharfiyah, dan menunjukkan hokum wajib jika ia syartiyah dan sebagai jawaban pula dari “in”
حَقًّا :kewajiban merupakan masdar yang memperkuat isi kalimat sebelumnya
شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ :kalimat berita yang bermakna perintah yang artiya kendaklah disaksikan. Mengidzofakan lafadz syahadah kepada lafadz baina menunjukkan makna keluasan memilih.
اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ أَوْ آَخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ : oleh dua orang yang adil diantara kamu, atau dua orang selain kamu, dipahami dalam arti bahwa kamu hai kaum beriman. Pemaman ini berawal dari redaksi yang berawal dengan ajakan kepada orang-orang beriman. Ada juga yang memahami dalam arti “ dua orang yang diantara suku atau kabilah kamu, dan jika tidak ditemukan maka dua orang selain suku dan kabilah kamu.”
إِنِ ارْتَبْتُمْ : kalau kamu ragu.
C. Makna Ijmali
• Wasiat wajibah harus dilakukan oleh seseorang terhadap kerabatnya yang tidak berhak menerima pusaka karena adanya penghalang seperti wasiat untuk cucu lantaran ayahnya lebih dahulu meninggal.
• Kepada washi (pengurus wasiat) dan saksi supaya jangan mengubah wasiat dan kepada yang berwasiat sendiri agar tidak membuat wasiat untuk orang lain dan mengabaikan keluarga sendiri.
• Ayat ini berbicara mengenai saksi bagi orang yang ingin berwasiat yaitu dua orang laki-laki yang adil dari kamu (orang mukmin) sebagai saksi atas wasiatnya serta bagi orang yang berpergian sedangkan dalam dirinya sudah terdapat tanda-tanda kematian maka saksi bisa dari orang lain (selain muslim).
• Jika kedua orang yang diangkat menjadi saksi terhadap wasiat dan diserahkan kepadanya harta untuk disampaikan kepada para pewaris, sedangkan keduanya pun dipercayai mereka dengan idak bersumpah, maka persoalan waris tidak perlu diragukan. Tetapi jika ada keraguan, maka hendaklah kedua saksi tersebut ditahan agar tidak kemana sampai sembayang ashar kemuadian dilakukan sumpah.
• Jika kedua saksi yang telah bersumpah itu dengan bersumpah curang dan berhianat dengan menyembunyikan sebagian harta, maka hendaklahsumpah itu dikembalikan kepada para waris yaitu dua orang waris yang terdekat untuk disumpah.
D. Munasabah al-ayat
Salah satu munasabah dari ayat ini adalah terdapat dalam surat al-baqarah ayat 180-182. Dalam ayat sebelumnya telah dijelaskan mengenai wasiat wajibah kepada kerabat dekat yang tidak mendapat harta warisan, dan dilarangnya washi untuk merubah isi wasiat serta diperbolehkan merubahnya jika perubahan itu membawa kepada kebaikan. Selain itu, munasabah dari ayat ini terdapat dalam surat al-maidah ayat 106-108. Dalam ayat ini menjelaskan tentang perlunya dua orang saksi ketika seseorang ingin berwasiat, saksi bisa dari orang muslim atau bukan muslim jika dalam berpergian, dan jika saksi itu berlaku curang terhadap sumpah yang mereka lakukan, maka bisa dari kerabatnya diambil sumpah.
E. Asbab al-Nuzul (al-Maidah : 106-107)
Sejumlah riwayat yang dikemukakan oleh ahli asbabun nuzul ayat ini, walau berbeda tapi intinya sama. Pada suatu kali pergilah Budail Maula Amar ibn Ash membawa barang dagangan ke madinah. Di kota itu, ia berjumpa Tamim dan Adi, dua orang Nasrani yang tinggal di Mekkah, lalu mereka pun bersama-sama pergi ke Syam (Suriah).
Di tengah perjalanan, Budail menderita sakit, lalu dia menulis surat wasiat dan dia masukkan ke dalam barang-barang dagangan miliknya. Kepada kawan-kawannya dia berwasiat supaya menyampaikan barang dagangan miliknya kepada keluarganya. Budail pun meninggal dalam perjalanan.
Sebelum barang diterima para ahli waris, Tamim dan Adi membuka ikatan barang-barang tersebut dan mengambil sebagiannya. Setelah itu barang dibungkus kembali dan kemudian diserahkan kepada keluarga Budail, yang tentu saja tidak utuh lagi.
Keluarga Budail terkejut ketika bungkusan dibuka jumlah barang tidak sesuai dengan isi surat wasiat, yang juga diletakkan dalam bungkusan tanpa diketahui kawan almarhum yang dititipi. Para ahli waris pun kepada mereka yang menyerahkan barang titipan tersebut. Tetapi mereka yang dititipi mengatakan itulah barang-barang yang mereka terima. Mereka mengaku tidak tahu barang dalam bungkusan berkurang. Keluarga Budail mengatakan jumlah barang tidak sesuai dengan isi surat wasiat. Untuk menyelesaikan hal itu, akhirnya mereka mengadu kepada Nabi. Tidak lama kemudian turunlah ayat ini. Nabi kemudian menyuruh dua teman almarhum atau saksi tersebut bersumpah dengan nama Allah setelah sembayang ashar bahwa itulah barang yang mereka terima.
Beberapa lama kemudian, pada mereka ditemukan suatu bejana perak yang disadur dengan emas. Berkatalah keluarga Budail : “ini adalah benda milik Budail.”
Tamim dan Adi tidak bisa mengelak. Mereka pun mengakui tuduhan keluarga Budail. Jawabnya: “benar benda itu kepunyaan almarhum, tetapi sudah kami beli dan kami lupa menyebutkan pada waktu mengangkat sumpah.” Keluarga Budail kembali mengadu kepada Nabi. Setelah perkara itu disampaikan kepada nabi untuk kedua kalinya, maka turunlah ayat 107 ini. Nabi kemudian memerintah dua orang dari keluarga Budail tersebut bersumpah bahwa kedua orang itu telah menyembunyikan barang milik budail.
Setelah kejadian ini, Tamim ad-Dari memeluk islam serta membaiatkan diri kepada Nabi. Ketika itulah dia mengaku dengan terus terang telah mengambil bejana milik almarhum bersama kawannya.
F. Analisis kandungan hukum
Dalam surat al-maidah ayat 106 menyebutkan dengan seruan wahai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi tanda-tanda dekatnya kematian sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah wasiat itu disaksikan oleh dua orang artinya yang menyaksikan wasiat itu adalah dua orang (yang adil di antara kamu) artinya di antara orang muslim. Ini adalah pendapat jumhurang yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Sedangkan pendapat yang lainnya yang diriwayatkan oleh Ikrimah, Ubaidah dan Uddah yaitu di antara orang-orang yang berwasiat. “atau dua orang yang berlainan agama dari kamu” artinya dari selain orang-orang Islam yaitu Ahli Kitab. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas dan sekelompok tabi’in. Juga dikatakan dari selain kabilah orang yang berwasiat. Pendapat Ikrimah. Adapun yang kuat adalah pendapat yang pertama.
“Dan jika kamu dalam perjalanan di muka bumi ” artinya berpergian, “maka kematian datang menjelang kamu ” dua hal ini merupakan syarat dibolehkannya kesaksian dzimmy ketika mukmin tidak ada, yaitu ketika dalam perjalanan danurusannya adalah wasiat. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Syuraih serta Imam Ahmad dan ini merupakan pendapat beliau sendiri. Sedangkan Imam tiga lagi mengatakan tidak dibenarkan kesaksian orang dzimmy terhadap orang muslim.
“kamu tahan kedua saksi itu setelah shalat (uuntuk bersumpah)” yaitu shalat ashar, ini adalah pendapat Ibnu Abbas dan sekelompok orang dari tabi’in. Zuhry berkata “shalatnya orang-orang muslim” maksudnya kedua saksi ini bersaksi setelah shalat di mana manusia berkumpul pada waktu itu. “maka keduanya bersumpah demi Allah” artinya keduanya bersumpah kepada Allah “jika kamu ragu” artinya tampak oleh kamu dari keduanya keraguan bahwasanya keduanya berhianat atau curang, maka keduanya bersumpah waktu itu kepada Allah. berkata : demi Allah kami tidak akan menukarnya yakni kandungan sumpah kami ini dengan harga sebanyak apapun karena ia pada hakikatnya adalah harga yang sedikit walaupaun penukaran itu untuk kepentingan karib kerabat , dan kami tidak pula menyembuyikan persaksian Allah yakni sumpah kami tidak akan mengandung perubahan terhadap apa yang diperintahkan Allah terhadap apa yang akan dipersaksikan, sesungguhya kalau kami demikaian yakni menyembunyikan atau mengubahnya maka termasuklah kami pendosa-pendosa.
Thahir Ibn ‘Asyur menpunyai pendapat lain menyangkut kata ( إِنِ ارْتَبْتُمْ ) kalau kamu ragu, kata ini menurutnya merupakan kata yang diucapkan oleh saksi, dia mengucapkan bahwa “ kalau kamu ragu kebenaran kesaksian kami, maka kami bersumpah demi Allah, bahwa kami tidak akan menukar dengan harga yang sedikit walaupun untuk kepentian karib kerabat.” Ini untuk menenangkan para pemilik hak. Menurut Ibn ‘Asyur, kesaksian pada dasarnya, hendaknya dipercayakan walaupun kemungkinan bohong tetap ada. Untuk menghindari kemungkinan itu maka dipelukan sumpah. Di sisi lain, pemahaman seperti ini tidak akan memojokkan siapapun yang menjadi saksi, karena ia berlaku dan diucapkan oleh semua yang menyampaikan kesaksian, berbeda jika sumpah tersebut hanya dimintakan kepada yang diragukan.
Kata kamu dalam ayat diatas, oleh dua orang yang adil diantara kamu, atau dua orang selain kamu, dipahami dalam arti bahwa kamu hai kaum beriman. Pemaman ini berawal dari redaksi yaitu ajakan kepada orang-orang beriman. Ada juga yang memahami dalam arti “ dua orang yang diantara suku atau kabilah kamu, dan jika tidak ditemukan maka dua orang selain suku dan kabilah kamu.” Agaknya pendapat kedua ini enggan menerima pendapat non-muslim terhadap orang-orang Islam. Para ulama berbeda pendapat kesaksian non-Muslim terhadap Muslim, yang menolak kesaksian non-Muslim menilai bahwa penggalan ayat diatas yang membolehkan kesaksian yang dimaksud telah dibatalkan hukumnya menurut ayat lain yang memerintahkan untuk mempersaksikan saksi yang diridhai oleh umat Islam (al-Baqarah, 282). Ini adalah pendapat Malik, Ibn Hanifah, dan Imam Assyafi’i.
Pendapat yang menyatakan bahwa pendapat diatas telah dibatalkan hukumnya tidak disetujui oleh banyak ulama, apalagi surat al-Maidah merupakan surat terakhir yang diterima oleh Rasulullah SAW. Atas dasar tersebut banyak ulama yang berpendapat bahwa kesaksian non-Muslim terhadap Muslim dapat dibenarkan apalagi dalam keadaan darurat.
Ayat 106, selanjutnya ayat ini memberikan tuntunan jika ternyata oleh pengusa atau ahli waris dinyatakan behwa kedua orang yang bersumpah sebelumnya berbohong, yakni jika ditemukan secara sengaja atau kebetulan bahwa keduanya, berbuat dosa, dengan berbohong dalam hal persaksian mereka, maka dua orang yang lain, yaitu dua orang diantara ahli waris yang berhak dan yang lebih dekat kepada yang meninggal untuk menempati tempat keduanya yang ditemukan berbuat dosa itu. Kedua orang ini memajukan tuntutan, lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah: sesungguhnya persaksian kami yakni sumpah kami yang berbeda kandungannya dengan kedua orang sebelum kami lebih haq yaitu lebih diterima dari pada kedua saksi itu. Karena persaksian mereka hanya secara lahiriyah dan fomal maka kesaksian kami secara lahir batin, formal dan material kesemuanya sesuai dengan kenyataan dan kami dengan sumpah kami tidak melanggar batas, tidak mengada-ada dengan menufuh bahwa kedua saksi lalu berbohong dalam sumpah ataupun kesaksian mereka, sungguh kami kalau demikian, yakni melampaui batas dan mengada-ada tentulah kami termasuk orang-orang yang zalim yang menganiaya diri sendiri dan menganiaya orang lain.
Ayat 108, setelah menjelaskan ketentuan diatas ayat ini menjelaskan hikmah dari ketentuan tersebut, yakni bahwa ketentuan hukum tentang wasiat dalam perjalanan dimana terjadi kematian. Firman-Nya “ menjadikan mereka mengemukakan kesaksian sesuai keadaanya, adalah penjelasan hikmah perintah bersumpah setelah shalat, sedangkan pada firman-Nya “takut akan dikembalikan sumpahnya, adalah hikmah dari sumpah yang diperintahkan kepada ahli waris untuk menunjukkan kebohongan sumpah kedua saksi terdahulu.
Ayat ini menekankan perlunya setiap orang menulis wasiatnya, dan bahwa wasiat sebaiknya dipersaksikan, karena dengan adanya wasiat tertulis, apabila dipersaksikan, maka akan banyak sengketa yang dapat dihindari.
Ayat ini juga mengisaratkan pengukuhan sumpah dengan memilih waktu-waktu tertentu. Dalam ayat ini adalah setalah shalat. Rasulullah SAW, melaksanakanya setelah shalat Ashar. Pengukuhan itu juga dapat dilakukan dengan memilih tempat tertentu. Dalam hal ini Rasulullah bersabda “tidak seorang pun bersumpah di mimbarku dengan sumpah palsu, kecuali telah mengambil tempatnya di neraka.” (HR Malik, Ahmad, dan Abu Daud). Pengukuhan sumpah dapat juga dilakukan dengan mengulang-ulangi sumpah, sejalan dengan pengulangan sumpah dalam redaksi persaksian dalam menuduh istri berzina atau menolak tuduhan itu dari pihak istri (baca Qs. an-Nur: 5-10). Kini telah banyak kita temui pengukuhan sumpah dengan meletakkan al-Qur’an diatas kepala, walaupun itu tidak dikenal pada masa Rasulullah karena balum dibukukannya al-Qur’an.

III. KESIMPULAN
• Ayat ini menekankan perlunya setiap orang menulis wasiatnya, dan bahwa wasiat sebaiknya dipersaksikan, karena dengan adanya wasiat tertulis, apabila dipersaksikan, maka akan banyak sengketa yang dapat dihindari.
• Ayat ini juga mengisaratkan pengukuhan sumpah dengan memilih waktu-waktu tertentu serta tempat-tempat tertentu.

IV. PENUTUP
Demikianlah ulasan dari makalah ini. Kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh kerena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstrutif dari pembaca untuk koreksi serta kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan wacana kkeilmuan baru, khususnya masalah tentang wasiat dan dapat memberikan manfaat, Amin.


DAFTAR PUSTAKA

Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib, 1999, Kemudahan Dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jil 2 (Jakarta: Gema Insane Press)
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, 2002, Al-Bayan Tafsir Penjelas Al-Quranul Karim jil I, (Semarang: Pustaka Rizki Putra)
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, 2000, Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur jil 2, (Semarang: Pustaka Rizki Putra)
Muhammad, Jalaluddin, Tafsir Al-Quran Al-Adzim jil 1, (Semarang: Daarul Ilmi,)
Rofiq, Ahmad. 2001, Fiqh Mawaris Edisi Revisi, cet 4 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada)
Shihab, Muhammad Quraish, 2002, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Dalam Al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar